Design
1. Simple rigid frame.
Struktur di design sesederhana mungkin, tanpa banyak memotong material. Dengan modul material 4m (kayu, bambu, etc) sebagai struktur utama (ukuran terpanjang untuk kayu yang dijual di Indonesia 4m). Biar lebih mudah, sambungan dihubungkan dengan menggunakan baut 12mm. Struktur ini sangat fleksible untuk diterapkan di mana pun, karena penggunaan materialnya mengikuti ketersediaan material di lokasi bencana. Bisa menggunakan kayu bulat, papan sisa reruntuhan rumah, bambu atau green material yang lain. Shelter yang ideal adalah shelter yang dibangun dengan material yang bisa ditemukan dalam jarak maksimal 2 mil dari lokasi bencana. Untuk negara-negara asia pasifik, bambu sangatlah mudah didapatkan dan juga bambu adalah tanaman yang paling cepat pertumbuhanya di bumi (2-3 tahun sudah dapat di panen). Sehingga tidak akan merusak hutan, akibat kebutuhan kayu meningkat (green material).
2. Pondasi.
Pondasi hanya menggunakan sisa reruntuhan dinding bata, atau batu yang diletakkan diatas tanah saja. Agar struktur tidak bergeser, digunakan patok yg tertanam dan terikat dengan struktur.
3. Atap.
Untuk penutup atap dapat menggunakan berbagai macam alternatif, seperti tarpaulin, galvanis roof, seng atau asbes. Sedangkan lapisan interiornya menggunakan plywood dan cardboard untuk menahan kondisi iklim yang lembab.
4. Lantai.
Lantai dapat menggunakan bambu yang dibelah dua, atau plywood dengan cardboard yang lebih dapat menahan kondisi iklim dan kelembaban tanah.
5. Mudah dibangun.
Kemudahan membangun sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan serta skill masyarakat. Karena dengan design yang sederhana, diharapakan masyarakat awam akan mudah untuk membangun, tanpa perlu didampingi di site. Hanya dengan 3 orang saja, shelter ini dapat dibangun.
Metode .
Dalam budaya asia, semangat gotong royong dapat dimanfaatkan sebagi modal utama pembangunan. Ini menjadi salah satu keunggulan sistem yang sangat menguntungkan, dari segi sosial, budaya dan material (menekan biaya).
Pembagian kelompok kerja masyarakat (workshop), dalam pembangunan rumah menjadikan proses kerja lebih mudah dan disesuaikan berdasaran kemapuan skill .
- Kelompok pembersihan lahan dari puing-puing.
- Kelompok pembuat pondasi.
- Kelompok perakit kuda-kuda.
- Kelompok pembuat dinding.
6. Cost effective.
Diusahakan menggunakan material yang tersedia di site, sedapat mungkin menekan biaya semurah mungkin, karena di situasi bencana, akan sangat sulit mendapatkan material yang cukup baik dan bermutu. Sedapat mungkin memaksimalkan penggunaan material bekas yang tersisa dari rumah yang hancur. Pondasi lama, batu bata, kayu-kayu struktur yang tidak patah.
7. Sustainable (berkelanjutan).
Hanya dengan mendirikan 2-3 struktur kuda-kuda (minimum), shelter sudah dapat digunakan sebagai tempat berteduh. Rancangan yang dibuat memungkinkan untuk dibangun bertahap, sesuai bantuan dan dana yang ada. Jika beberapa struktur digabungkan, dapat digunakan sebagai community center, klinik, dapur atau pun sekolah terbuka.
NOTE: 11th winners nomine for Humanitarian Shelter Student Design Contest 2008, Asia Pasific.
11th | HSSDC-2007016 | Duta Wacana Christian University, Jogjakarta, Indonesia | Atrivm 99 |
Anonim
Said
Nice.....
Saya pernah membangun desain seperti itu di Aceh tahun 2005...